Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan semakin canggih dewasa ini
khususnya baik di bidang transportasi, komunikasi, maupun informasi serta
semakin meningkatnya arus globalisasi antara lain telah menyebabkan wilayah
Negara yang satu dengan wilayah negara yang lain seakan-akan tanpa batas
sehingga perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain
dilakukan dengan mudah dan cepat.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat dan semakin canggih tersebut
sangat besar pengaruhnya antara lain:
1.
Di bidang transportasi, yaitu semakin
tingginya mobilitas orang, dimana orang dengan mudah dan cepat dapat bepergian
dari satu Negara ke negara lain.
2.
Di bidang komunikasi dan informasi,
telah memberikan berbagai kemudahan yang didapat oleh masyarakat, misalnya
orang dapat melakukan perbuatan tertentu, tanpa harus berada di Negara tempat
perbuatan tersebut dilakukan. Segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah, tanpa
dibatasi waktu dan/atau tempat.
Kemajauan ilmu pengetahuan dan
teknologi, di samping mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia juga
membawa dampak negatif yang dapat merugikan orang perorangan, masyarakat,
dan/atau negara. Tidak jarang orang-orang yang tidak bertanggung jawab melihat
adanya peluang tersebut untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri
dan/atau kelompoknya, walaupun hal itu akan merugikan orang lain, masyarakat,
dan negara. Bahkan hal tersebut mengakibatkan sangat memungkinkan berkembangnya
kejahatan transnasional terorganisir (Organized Transnational Crimes) yang
modus operandinya semakin canggih, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana
terorisme, dan tindak pidana pencucian uang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan secara tidak bertanggung
jawab oleh para pelaku tindak pidana yang bersifat transnasional, antara lain
dalam upaya meloloskan diri dari tuntutan hukum atas tindak pidana yang telah
dilakukan. Tindakan tersebut jelas dapat mempersulit upaya penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau bahkan untuk pelaksanaan
putusan pengadilan. Tindak pidana yang bersifat transnasional bahkan
mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum suatu Negara dengan negara lain
sehingga upaya penanggulangan dan pemberantasannya sulit dilakukan tanpa kerja
sama dan harmonisasi kebijakan dengan negara lain.
Oleh karena itu untuk menanggulangi
dan memberantasnya memerlukan hubungan baik dan kerja sama antarnegara, guna
saling memberikan bantuan dalam rangka penanggulangan dan pemberantasan tindak
pidana yang bersifat transnasional berdasarkan hukum masing-masing negara.
Bantuan tersebut, antara lain dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah
pidana. Untuk meletakkan landasan hukum yang kuat guna mengatur mengenai
bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan undang-undang, sebagai pedoman
bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam meminta dan/atau memberikan bantuan
timbal balik dalam masalah pidana dan membuat perjanjian dengan negara asing.
- Pengertian Umum Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Pengertian mutual legal assistance
terdapat dalam beberapa instrumen hukum, baik dalam instrumen hukum yang
berlaku internasional maupun yang berlaku nasional. Dalam Chapter VIII
International Legal Cooperation, Mutual Legal Assistance diartikan sebagai
proses kerjasama internasional dimana negara-negara meminta dan menyediakan
bantuan dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam penyelidikan dan
pengadilan kasus pidana, dan dalam melacak, membekukan, menyita dan akhirnya
menyita kekayaan yang berasal dari perbuatan pidana, berikut kutipan dalam
bahasa inggris “Mutual Legal Assistance
is an international cooperation process by which states seek and provide
assistance in gathering evidence for use in the investigation and prosecution
of criminal cases, and in tracing, freezing, seizing, and ultimately
confiscating criminally derived wealth”.[1]
Sementara itu, di dalam UU No. 1
Tahun 2006 Pasal 3, mutual legal assistance in criminal matters atau bantuan hukum
timbal balik dalam dalam masalah pidana diartikan sebagai permintaan Bantuan
berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksanaan di sidang pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta”.[2]
Ada yang mengatakan “A mutual legal
assistance treaty is an agreement between two countries for the purpose of gathering and
exchanging information in an effort to enforce public laws or criminal laws”
Dari pengertian-pengertian di atas dapat
kita tarik definisi umum Mutual Legal
Assistance in Criminal Matters adalah kerjasama timbal balik negar-negara
dalam masalah pidana melalui pemberian dan penyediaan bantuan hukum.
- Prinsip-prinsip Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Mutual Legal Assistance merupakan
salah satu bentuk kerjasama negara-negara yang dilaksanakan dalam upaya untuk
mengembangkan bantuan teknis terhadap masalah pidana yang terjadi di suatu
negara yang juga berdampak pada negara-negara lain. Dalam prakteknya,
pelaksanaan Mutual Legal Assistance di antara negara-negara didasari
pada beberapa prinsip penting, sebagai berikut:
1.
Prinsip Kerjasama
Prinsip kerjasama atau kerjasama
internasional dalam kasus khusus merujuk pada kerjasama hukum atau kerjasama
peradilan. Prinsip kerjasama biasanya diatur oleh perjanjian atau instrumen
hukum legal diantara beberapa negara, atau pengaturan khusus diantara dua buah
negara. Kerjasama yang diatur dalam
perjanjian berbeda-beda, terkadang hanya menetapkan hal-hal umum, namun
kemungkinan untuk mengatur masalah pidana khusus seperti narkotika atau korupsi
juga terbuka lebar sesuai kesepakatan negaar-negara.
2.
Prinsip Reciprocity (timbal balik) atas dasar hubungan baik[3]
Pada umumnya prinsip bantuan timbal
balik dalam masalah pidana biasanya didasarkan pada hukum acara pidana,
perjanjian antar negara yang dibuat, konvensi serta kebiasaan internasional.
Namun, kesepakatan serta kerjasama negara-negara dalam memberikan bantuan
timbal balik dalam masalah pidana tidak selalu dituang dalam perjanjian formal,
hubungan baik antara negara-negara sering kali dijadikan salah satu dasar
diberikannnya bantuan timbal balik apabila belum ada perjanjian yang mengatur
hal tersebut.
- Instrumen Hukum Mutual Legal Assistance
Beberapa instrumen
hukum terkait dengan bantuan timbal balik yang akan dielaborasi lebih lanjut
adalah sebagai berikut :
1.
UN Convention Against Transnational
Organized crime (TOC)
2.
UN Convention Against Corruption 2003
3.
Treaty on Mutual Legal Assistance
4.
International Convention for The
Suppression of The Financing of The Terrorism
5.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang
Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
- Aspek-aspek dan Mekanisme Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Aspek
Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Di
dalam melaksanakan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, terdapat
aspek-aspek penting yang mendasari dilakukan kerjasama negara-negara, yakni :
-
sistem bantuan timbal balik sebagai
sistem yang mendukung proses penegakan hukum
-
sistem bantuan timbal balik sebagai
sistem yang lahir dari hubungan antar negara yang menekankan pada prinsip
kerjasama.
-
hubungan antara kewenangan penegak
hukum yang lebih sistematik dan upaya untuk menerapkan sistem bantuan timbal
balik sebagai upaya pemberantasan kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
-
sistem bantuan timbal balik yang
menekankan pelaksanaannya pada perjanjian dan resiprositas sebagai perwujudan good
governance.
Mekanisme
Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Penerapan bantuan timbal balik dalam masalah pidana
melibatkan Negara Peminta dan Negara Diminta, dimana kerjasama yang dilakukan
akan sangat mendukung dan mempermudah dilaksanakannya proses peradilan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu masalah pidana yang
muncul. Dalam menetapkan mekanisme pelaksanaan bantuan timbal balik dalam
masalah pidana, maka dibentuklah perjanjian baik bilateral, multilateral maupun
regional negara-negara yang akan merumuskan mekanisme bantuan timbal balik
serta penetapan pihak berwenang yang memiliki otoritas terkait dengan pengajuan
permintaan persyaratan permintaan, bantuan untuk mengidentifikasi orang,
bantuan untuk mendapatkan barang bukti dan bantuan untuk mengupayakan kehadiran
orang.
Secara umum, biasanya mekanisme hubunga timbal balik akan
dilakukan oleh suatu Central Authority atau Pejabat Pemegang Otoritas
yang akan berperan sebagai koordinator dalam pengajuan permintaan bantuan
timbal balik dalam masalah pidana maupun penanganan permintaan bantuan timbal
balik dalam masalah pidana dari negara asing. Secara singkat, mekanisme
permintaan dan pemberian bantuan timbal balik adalah sebagai berikut :
- Pengajuan bantuan timbal balik secara tertulis, diserahkan Negara Peminta kepada Negara Diminta. Walaupun permintaan bantuan dapat dilakukan secara lisan, namun permintaan harus dikonfirmasi secara tertulis dalam lima hari. Informasi yang diberikan antara lain harus mencakup nama peminta bantuan, tujuan permintaan, penjelasan masalah pidana, penjelasan mengenai bukti dan informasi bantuan yang diminta, identitas, lokasi dan kewarganegaraan orang yang sedang dicari, identitas, lokasi dan kewarganegaraan orang yang dapat memberikan bantuan dan informasi pendukung lainnya.
- Pejabat Pemegang Otoritas Negara Diminta akan memproses permintaan bantuan dengan segera.
- Negara Diminta selanjutnya akan menyerahkan bukti atau informasi terkait yang diminta oleh Negara Peminta terkait dengan masalah pidana yang diajukan.
Dikaitkan dengan mekanisme yang
diterapkan di Indonesia, Pejabat Pemegang Otoritas dalam memberikan bantuan
dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan biasanya
dibantu oleh :
-
Kepolisian Negara RI
-
Menteri yang bertanggung jawab dalam
Hukum dan HAM
-
Jaksa Agung yakni Pemimpin dan
penanggung jawab tertinggi kejaksaan.
Badan-badan
tersebut merupakan fasilitator dalam pengajuan maupun pemberian bantuan timbal
balik dimana menteri akan bertindak melalui jalur diplomatik.
- Jenis-jenis Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
Mutual
Legal Assistance in Criminal Matters dapat dilakukan oleh negara-negara
melalui berbagai macam jenis kerjasama, termsuk di dalamnya bilateral, maupun
multilateral. Saat ini, Indonesia masih mengupayakan diselenggarakannya
kerjasama bantuan timbal balik dengan beberapa negara seperti India, Swiss,
Amerika Serikat dan lainnya, namun bila dikaitkan dengan kerjasama yang
dilakukan oleh Indonesia sendiri, hingga saat ini Indonesia telah melakukan
kerjasama bantuan timbal balik baik secara bilateral dan multilateral.
Bantuan
Timbal Balik Bilateral
- Australia
Kerjasama bilateral antara Indonesia
dan Australia ditandatangani tahun 1995 kemudian disahkan melalui Undang-Undang
No 1 Tahun 1999 tentang pengesahan Treaty
between the Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistance in
Criminal Matters (perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia
mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana).
- Republik Rakyat Cina
Perjanjian
antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai bantuan timbal
balik dalam masalah pidana (Treaty between the Republic of Indonesia and the
People’s Republic of China on Mutual Legal in Criminal Matters)
ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2000, dan disahkan dengan Undang-Undang No
8 Tahun 2006.
- Korea Selatan
Perjanjian antara Indonesia dan
Korea Selatan ditandatangani tahun 2004, sebagaimana disahkan dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi
antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Treaty on Extradition between the
Republic of Indonesia and the Republic of Korea).
- Hong Kong
Perjanjian
antara Indonesia dan Hong Kong yang ditandatangani oleh Jaksa Agung RI pada
tanggal 3 April tahun 2008 lalu dan saat ini dalam proses ratifikasi.
Bantuan
Timbal Balik Multilateral
1.
ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty
Perjanjian antara Republik Indonesia
dan negara-negara ASEAN mengenai bantuan timbal balik dalam masalah pidana, (Treaty
on Mutual Legal Assistance Between ASEAN Countries) yang telah ditandatangani
pada tanggal 29 November 2004 dan telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2008 tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam
Masalah Pidana).
2. Konvensi PBB Menentang Korupsi (United
Nations Convention Against Corruption / UNCAC) tahun 2003, sebagaimana
telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
3. Konvensi PBB Menentang Tindak
Pidana Transnasional Yang Terorganisasi (United Nations Convention Against
Transnastional Organized Crime / UNTOC) tahun 2000, sebagaimana telah
disahkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009.
- Kategori Pidana yang Termasuk Dalam Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
-
Korupsi
-
Perdagangan manusia
-
Penyelundupan imigran
-
Pencucian uang
-
Kejahatan terorganisir
-
Pembajakan
-
Terorisme
-
Perdagangan obat dan narkotika
- Bentuk-bentuk Bantuan Hukum Dalam Penerapan Mutual Legal
Assistance in Criminal Matters
Secara
umum, terdapat beberapa bentuk bantuan hukum yang diberikan antara Negara
Peminta dan Negara Diminta dalam konsep bantuan timbal balik, yakni dalam
penyediaan bantuan dalam hal :
-
Bantuan untuk mencari atau
mengidentifikasi orang
-
Bantuan untuk mendapatkan pernyataan,
dokumen, alat bukti lainnya
-
Bantuan untuk mengupayakan kehadiran
orang di Negara Peminta
-
Bantuan untuk permintaan dikeluarkannya
surat perintah di negara asing dalam mendapatkan alat bukti
-
Bantuan untuk penggeledahan dan
penyitaan barang, benda, atau harta kekayaan
-
Bantuan untuk penyampaian surat
-
Bantuan untuk menindaklanjuti putusan
pengadilan Negara Peminta
Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2006,
ketentuan yang mengatur baik permintaan
dari Pemerintah Republik Indonesia maupun permintaan kepada Pemerintah Republik
Indonesia dalam hal bantuan timbal balik dalam masalah pidana diatur dalam
pasal 9 hingga pasal 53. Sementara itu, Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik
Dalam Masalah Pidana pada umumnya mengecualikan masalah ekstradisi dan
penyerahan orang. Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian esktradisi antar
negara diatur secara terpisah.
- KESIMPULAN
Mutual Legal Assistance merupakan salah
satu bentuk kerjasama internasional yang sifatnya bilateral, dalam pencegahan
dan pemberantasan kejahatan transnasional terorganisasi. Di samping itu, Mutual
Legal Assistance, secara relatif dapat dipakai guna mengatasi
kendala-kendala hukum dan diplomatik yang sering kali muncul bersamaan dengan
dilakukannya pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional
terorganisasi.
Maimuna Renhoran
Mahasiswa Pasca Hukum Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar